JAKARTA (Lombokexpress.id)- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., mendorong masyarakat untuk berperan aktif mencegah terorisme. Sebagai bagian dari unsur pentahelix dalam pencegahan terorisme, masyarakat harus siap siaga seperti yang diamanatkan Undang-undang Anti Terorisme.
“Mitigasi ini harus melibatkan multipihak di mana segenap komponen bangsa bisa memberikan kontribusi positif, agar setiap elemen bangsa dari berbagai strata sosial bisa melakukan intervensi secara aktif memperkokoh bangsa kita,” kata Boy Rafli dalam Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional dan Dialog Kebangsaan di Hotel Borobudur, Jakarta (2/8).
Keterlibatan masyarakat penting karena adanya nilai, kultur dan budaya yang tidak sejalan dengan ide-ide radikal terorisme atau ekstrimisme berbasis kekerasan. Selain itu masyarakat juga rentan menjadi korban dari aksi terorisme sehingga secara rasional muncul kesadaran untuk melakukan langkah preventif. Terakhir, masyarakat dapat menjadi agen yang aktif mempromosikan kebijakan kontra radikalisme terorisme dalam komunitasnya.
Dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, BNPT melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri melalui Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di seluruh provinsi.
Kolaborasi ini merupakan implementasi pilar pencegahan yang diharapkan dapat membangun resiliensi masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme.
Yenny Wahid mengatakan kolaborasi menjadi kunci penting dalam mencegah terorisme. Menurutnya kolaborasi ini tidak hanya mengubah pola pikir masyarakat saja, tapi juga kebijakan mau pun perilaku yang eksklusif.
“Harus ada kerja sama untuk melakukan perubahan yang berkesinambungan di tiga dimensi yakni perubahan kebijakan, penyelenggara (kebijakan) dan perilaku akar rumput, perubahan pola pikir harus dilakukan oleh setiap lapisan, harus ada rethinking hingga revitalisasi jati diri,” kata Yenny Wahid saat mengisi dialog kebangsaan.
Sedangkan psikolog Arijani Lasmawati, M.Psi. memandang jika radikalisme bisa masuk sejak anak usia dini. Mengajarkan pemahaman agama yang arif dan toleran harus dilakukan di lingkungan keluarga dan institusi pendidikan agar ide yang destruktif tidak menginfiltrasi generasi penerus bangsa.
“Kita harus punya pemahaman yang baik tentang nilai-nilai agama, nilai-nilai di masyarakat, orang tua harus menjadi role model bagi anak-anaknya,” jelas Arijani.
Senada dengan Arijani, Stafsus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Romo Benny Susetyo, mengatakan agama seharusnya tidak dimanipulasi untuk tujuan tertentu. Di sinilah pemuka agama harus aktif melakukan kontra narasi terhadap narasi-narasi agama yang disalahgunakan, termasuk membumikan nilai pancasila di tengah masyarakat.
“Agama jangan dimanipulasi untuk politik, pemuka agama harus bisa meluruskan narasi yang membenturkan agama dengan kepentingan pribadi,” jelas Romo Benny. (bnpt/has)